GWI Ikuti Level Up Media Jember, Perkuat Komitmen Jurnalis Beretika dan Profesional

JEMBER, memo-pagi.com – Komitmen untuk terus meningkatkan kualitas jurnalistik ditunjukkan oleh Gabung Wartawan Indonesia (GWI) Jember dengan turut ambil bagian dalam kegiatan Level Up Media Jember yang diselenggarakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Jember.

Kegiatan ini menjadi ruang belajar bersama yang sarat makna, mempertemukan berbagai komunitas pers dalam semangat peningkatan kapasitas dan etika profesi.

Lebih dari 25 wartawan yang tergabung dalam GWI Jember hadir membaur bersama puluhan jurnalis dari berbagai organisasi media. Level Up Media gelombang kedua ini digelar di Kafe Tebing kawasan Taman Botani Sukorambi, Kamis, 27 November 2025.

Suasana alam yang asri berpadu dengan diskusi hangat seputar tantangan dan masa depan dunia pers di era digital.

Kegiatan tersebut terasa semakin istimewa karena dihadiri lebih dari seratus wartawan dari berbagai media cetak, elektronik, dan siber.

Dua narasumber berkompeten turut dihadirkan, yaitu Wakil Ketua DPRD Kabupaten Jember dari Fraksi PDI Perjuangan, Widarto, serta Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, Abdul Manan.

Acara dibuka secara resmi oleh Asisten III Sekretariat Daerah Kabupaten Jember, Isnaini Dwi Susanti, sedangkan sambutan Pelaksana Tugas Kepala Diskominfo diwakili oleh Kepala Bidang Kemitraan, Sandy Cahyono.

Tema yang diusung, “Framing Effect versus Actual Information”, dinilai sangat relevan dengan kondisi dunia jurnalistik saat ini yang dihadapkan pada arus informasi cepat dan tekanan kepentingan.

Dalam paparannya, Widarto mengurai makna framing media secara lugas dan kontekstual. Ia menjelaskan bahwa framing berasal dari kata frame yang berarti bingkai, yaitu cara media menyajikan suatu peristiwa dari sudut pandang tertentu.

Menurutnya, sejak awal framing tidak bisa dilepaskan dari subjektivitas jurnalis maupun kepentingan perusahaan media.

“Apakah framing bisa dihilangkan? Tidak bisa seratus persen,” ujar Widarto yang akrab disapa Mas Wid. “Dipilihnya satu kejadian, masalah, atau fakta tertentu di antara banyak persoalan, itu sudah menunjukkan adanya subjektivitas jurnalis,” tegasnya.

Ia juga menguraikan bahwa subjektivitas dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari ekonomi, sosial, politik, hingga tingkat pengetahuan jurnalis itu sendiri. Subjektivitas inilah yang kemudian melahirkan framing dalam pemberitaan.

Lebih jauh, Widarto memaparkan dampak framing dalam tiga jangka waktu. Dalam jangka pendek, framing dapat memengaruhi persepsi audiens terhadap suatu peristiwa. Jangka menengah, membentuk nilai, empati, atau bahkan antipati publik.

Sedangkan dalam jangka panjang, jika dilakukan secara terus-menerus, framing dapat mendorong terbentuknya gerakan publik terhadap suatu isu.

“Untuk meminimalisir subjektivitas dan framing, jurnalis wajib kembali pada kitab utama kita, yaitu Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang Pers,” pesannya. Widarto juga menegaskan pentingnya jurnalisme solutif.

“Jurnalis harus menyajikan informasi yang tidak tunggal, tetapi menawarkan berbagai alternatif solusi. Jurnalisme positif bukan menyampaikan apa yang diinginkan publik, tetapi apa yang dibutuhkan publik,” imbuhnya dengan penuh penekanan.

Sementara itu, narasumber kedua, Abdul Manan, mengupas secara mendalam tema “Jurnalis Beretika, Bagaimana Melakukannya?”.

Ia mengawali pemaparannya dengan mengingatkan kembali fungsi utama pers sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yaitu sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.

Dalam dialog interaktifnya, Abdul Manan mengajak para wartawan merenung dengan sebuah pertanyaan sederhana namun mendalam, “Bagaimana menjadi jurnalis yang baik?”

Ia kemudian mengutip definisi wartawan sebagai orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik, yakni mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dalam berbagai bentuk dan melalui berbagai saluran media, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 3/Peraturan-DP/IV/2024 tentang Pedoman Perilaku dan Standar Pers Nasional.

Abdul Manan juga merangkum 11 pasal Kode Etik Jurnalistik ke dalam tiga tahapan besar dalam kerja jurnalistik, yaitu mencari, mengolah, dan mempublikasikan berita.

Pada tahap mencari, jurnalis wajib menjaga independensi, menunjukkan identitas diri, melakukan verifikasi, tidak melakukan plagiarisme, menghormati privasi, tidak menyalahgunakan profesi, serta tidak beritikad buruk.

Pada tahap mengolah, jurnalis harus menjaga akurasi, keberimbangan, terus menguji kebenaran informasi, serta menghormati ketentuan embargo dan off the record.

Sedangkan pada tahap mempublikasikan, jurnalis dituntut bertanggung jawab penuh atas dampak informasi yang disebarluaskan kepada publik.

Partisipasi aktif GWI Jember dalam kegiatan ini menjadi bukti nyata komitmen organisasi wartawan untuk terus belajar dan berbenah.

Kehadiran para jurnalis GWI yang antusias mengikuti seluruh rangkaian acara menunjukkan bahwa semangat menjaga marwah profesi masih terawat kuat di tengah derasnya tantangan zaman.

Suasana diskusi yang hangat, penuh keterbukaan, serta sarat nilai edukatif membuat Level Up Media Jember bukan sekadar forum berbagi ilmu, tetapi juga ruang refleksi bagi insan pers untuk kembali meneguhkan idealisme.

Diharapkan melalui kegiatan ini, para jurnalis semakin mampu menghadirkan informasi yang tidak hanya cepat dan menarik, tetapi juga berimbang, beretika, serta berpihak pada kepentingan publik.

Dengan semangat kebersamaan dan tekad memperkuat profesionalisme, GWI Jember bersama seluruh komunitas pers yang hadir pulang dengan satu pesan penting, jurnalisme yang beretika dan bertanggung jawab adalah fondasi utama bagi terwujudnya masyarakat yang cerdas dan demokratis.

Pewarta : didik