SURABAYA, memo-pagi.com -10 Desember 2025 —Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK-RI) secara resmi mengadukan dugaan tindak pidana dan pelanggaran perlindungan konsumen ke Kepolisian Daerah Jawa Timur.
Pengaduan ini diajukan oleh tiga Dewan Pimpinan Cabang (DPC), yakni DPC Kediri, DPC Surabaya, dan DPC Jember, berdasarkan kuasa dari seorang debitur yang merasa dirugikan akibat penarikan kendaraan secara sepihak oleh PT Mizuho Leasing Indonesia Cabang Surabaya.
Kasus ini bermula ketika debitur tersebut mengalami keterlambatan pembayaran angsuran selama dua bulan.
Alih-alih diberikan kesempatan untuk melakukan penyelesaian kewajiban secara prosedural, debitur justru dipaksa menitipkan kendaraan miliknya di kantor leasing.
Pihak leasing kemudian meminta debitur kembali untuk membayar angsuran dan mengambil unit.
Namun ketika debitur hendak melaksanakan kewajiban tersebut, pihak leasing diduga memutus komunikasi secara sepihak, memblokir WhatsApp debitur, dan kemudian memaksa debitur untuk melunasi seluruh sisa pembiayaan apabila ingin mengambil kendaraannya kembali.
Ketua LPK-RI DPC Kediri, Endras Davids Sandri, menegaskan bahwa tindakan tersebut diduga kuat melanggar sejumlah ketentuan hukum, khususnya terkait perlindungan konsumen dan eksekusi jaminan fidusia.
“Penarikan kendaraan tidak boleh dilakukan sembarangan. Harus ada dasar hukum yang jelas, pemberitahuan tertulis, serta eksekusi hanya dapat dilakukan oleh pihak yang berwenang. Dalam kasus ini terdapat dugaan pelanggaran serius yang berpotensi masuk ranah pidana,” tegas Endras.
LPK-RI menilai tindakan penarikan sepihak tersebut bukan hanya merugikan debitur, namun juga berbahaya bagi masyarakat luas jika dibiarkan tanpa penindakan hukum.
Karena itu, laporan ke Polda Jawa Timur dilayangkan agar proses hukum berjalan transparan, memberikan kepastian hukum, serta menjadi langkah preventif agar kasus serupa tidak terulang.
Dasar hukum dugaan pelanggaran
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Dalam kasus ini, tindakan perusahaan leasing diduga melanggar beberapa ketentuan, antara lain:
Pasal 4 — Hak konsumen atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan.
Pasal 8 ayat (1) — Larangan bagi pelaku usaha untuk bertindak curang atau tidak sesuai ketentuan.
Pasal 18 ayat (1) huruf d & ayat (2) — Klausula baku yang memberikan hak kepada pelaku usaha untuk menarik barang secara sepihak dinyatakan batal demi hukum.
Pasal 19 — Tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian konsumen.
Ketua DPC Surabaya menegaskan bahwa tindakan penarikan sepihak tersebut juga mengarah pada pelanggaran Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, khususnya:
- Pelanggaran UU Fidusia
Pasal 15 ayat (2) — Eksekusi jaminan fidusia hanya dapat dilakukan jika sertifikat fidusia memiliki titel eksekutorial.
Pasal 15 ayat (3) — Jika debitur keberatan atau menolak, penyelesaian harus melalui gugatan pengadilan, bukan penarikan paksa.
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 juga menegaskan:
Penarikan objek fidusia tidak dapat dilakukan secara sepihak jika debitur keberatan.
Pelaksanaan eksekusi harus melalui proses peradilan.
- Dugaan Tindak Pidana (KUHP)
Tindakan penarikan paksa tanpa legalitas dan prosedur yang benar berpotensi memenuhi unsur pidana, antara lain:
Pasal 368 KUHP — Pemerasan atau pengancaman.
Pasal 365 KUHP — Pencurian dengan pemberatan.
Pasal 335 KUHP — Perbuatan tidak menyenangkan atau pemaksaan.
Pasal 406 KUHP — Perusakan barang jika terjadi kerusakan dalam proses penarikan.
Pengurus LPK-RI DPC Jember, Victor Darmawan, menambahkan bahwa tindakan PT Mizuho Leasing Indonesia Cabang Surabaya juga diduga melanggar ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), khususnya POJK No. 35/POJK.05/2018 terkait penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan. Pelanggaran tersebut meliputi:
Tidak adanya pemberitahuan tertulis sebelum penarikan.
Penarikan tidak dilakukan oleh debt collector bersertifikasi.
Dugaan intimidasi atau pemaksaan terhadap konsumen.
Victor menegaskan bahwa apabila perusahaan pembiayaan tidak mematuhi prosedur resmi OJK, maka tindakan penarikan tersebut dapat dinyatakan ilegal.
Melalui laporan resmi ini, LPK-RI meminta Polda Jawa Timur untuk melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap dugaan:
Pelanggaran UU Perlindungan Konsumen.
Penyalahgunaan wewenang dalam prosedur penarikan aset.
Dugaan tindak pidana yang merugikan konsumen.
Victor menegaskan komitmen LPK-RI:
“Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas demi memastikan perlindungan maksimal bagi konsumen di seluruh Indonesia.
Perlindungan hukum tidak boleh hanya menjadi slogan, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata.”
Dengan pengaduan ini, LPK-RI berharap aparat penegak hukum dapat memberikan keadilan kepada debitur sekaligus memperkuat kepastian hukum dalam sektor pembiayaan agar masyarakat tidak lagi menjadi korban praktik tidak profesional dari perusahaan leasing.
Pewarta : didik